Wednesday, March 10, 2010

10 Maret 2010

Kisah panjang selama 10 Maret 2010
::::::::::::

Pagi hari, ketika baru merapat di kantor, saya mendapati boss ruangan saya sedang mengetik sebuah surat tanpa kop surat khas kantor. Biasanya, hal ini hanya terjadi untuk surat yang bersifat pribadi, bukan demi kepentingan kantor. Setelah diperhatikan ternyata surat tadi merupakan sebuah surat pernyataan.

Sebelum saya bertanya, beliau bertanya duluan: "Tanggal sekian bulan sekian tahun 1986 hari apa?".

Saya buka HP CDMA butut saya, pilih menu go to date, lantas setelah menemukan tanggal yang dimaksud, saya jawab: "Hari minggu, Pak"

"Berarti pas, memang biasanya resepsi pernikahan dilaksanakan hari Minggu bukan??"

"Iya" sahut saya, lantas menyambung dengan pertanyaan: "bikin surat apa Pak?". Beliaupun menjawab: "Ini adalah surat pernyataan, buat adopsi anak".

"Adopsi anak??"

"Iya, yang mau mengadopsi adalah temanku, istrinya pegawai salah satu perusahaan pengeruk kekayaan alam Kalimantan, sementara suaminya adalah pegawai yang setiap senin pakai baju hijau LINMAS. mereka ini orang berduit, namun ada satu hal yang tidak bisa mereka beli: KETURUNAN"

Lantas saya menyambung dengan pertanyaan lagi: "Lantas mereka mengadopsi anaknya siapa?"

Beliau lalu menerangkan sedikit. Pasangan yang berkecukupan dan berbahagia secara meterial ini memang berniat mengadopsi anak dari seorang wanita yang mengaku suaminya telah meninggal. Mereka mengetahui informasi tentang anak ini dari istri boss ruangan saya. Menurut beliau sang wanita yang bakal memberikan anak kandungnya tersebut ditinggal mati oleh suaminya.

Namun beliau menambahkan bahwasanya beliau sendiri sebenarnya kurang yakin dengan kondisi yang dituturkan oleh wanita tadi. Soalnya data data dirinya saja "terpaksa harus dibuat secara fiktif". Hal ini dikarenakan sang wanita tidak memiliki identitas sedikitpun, sehingga sampai sampai Kartu Tanda Penduduk saja harus dibuatkan ulang dengan data yang hanya berdasarkan atas pertanyaan lisan tanpa disertai bukti bukti tertulis.

"Mungkin suaminya masih ada, tapi memang mereka tidak berniat membeasarkan ini anak" sambung beliau. "Atau ini orang adalah istri muda, istri simpanan?" lanjut saya. "Yang lebih parah lagi, siapa tahu wanita ini adalah bukan seorang janda, namun memiliki anak yang bukan merupakan bentuk dari kerjasama antara dirinya dan suaminya, sehingga sang anak yang tak bersalah harus mengalami penalty seperti ini".
::::::::::::
Sepulang kantor, saya diskusi dengan ibu saya. Soal BAWASDA, atau yang sekarang bertransformasi nama menjadi INSPEKTORAT. Bulan lalu kantor saya yang diubek ubek oleh manusia manusia keparat gila point itu. Hari itu (10 Maret 2010), sekolahan ibu saya yang direpotkan oleh para sontoloyo tersebut.

Nah kenapa mereka ini sangat saya benci? Ya karena mereka ini suka mencari cari kesalahan, dan bukan membenarkan yang salah. Mau bukti dan contoh? Mari saya berikan sedikit paparan.

Sebagai pembuka dan supaya anda tahu kalau mungkin pada belum tahu. Mereka mereka dari INSPEKTORAT ini tugasnya adalah membenarkan kesalahan yang terjadi di berbagai kantor pemerintahan, termasuk juga sekolahan sekolahan yang berada di lingkup Pemerintah Kota. Setidaknya itulah penjabaran yang saya dapatkan dari dukun di kampung bernama Lemuria.

Ketika mereka memeriksa kemana saja aliran dana salah satu SLTP Negeri di suatu daerah di Kalsel, mereka menanyakan kenapa sekolahan meletakkan harga 30 rupiah untuk satu rim kertas, sementara menurut mereka harga eceran tertinggi satu rim kertas adalah 29 rupiah. Ini adalah sebuah pertanyaan konyol mengingat; jika harga satu rim kertas adalah 29 rupiah, maka instansi pemakai anggaran haruslah meletakkan harga sebesar 30 sampai 31 rupiah, karena mereka yang menggunakan anggaran masih harus bayar pajak sebesar sekian persen dari harga.

Contoh lain, misalnya kantor Kecamatan ingin membeli sebuah sepeda motor untuk kepentingan dinas seharga 15 juta rupiah, maka kantor harus memalsukan nota pembayaran menjadi 16.5 juta rupiah. Dengan rincian 15 juta untuk pembayaran betulan, sisanya buat ditelan sendiri oleh pengguna anggaran bayar pajak.

Yang lebih konyol lagi, INSPEKTORAT KEPARAT ini juga pasti sudah mengetahui dengan pasti daftar harga, mengingat Pemerintah Kota sendiri sudah membagikan daftar harga secara detail kepada seluruh pengguna anggaran di ruang lingkup Pemko.

Sementara pengandaian lain adalah ketika saya menemui pengalaman dari sumber terpercaya; mereka meriksa kelengkapan Bagian Umum dan Kepegawaian; Para kampret INSPEKTORAT ini mempertanyakan apakah kantor Kecamatan memiliki buku tamu. Sementara mereka sendiri TIDAK PERNAH menanyakan hal ini ketika datang beberapa hari sebelumnya. Selama kedatangan mereka guna melakukan pemeriksaan, mereka tidak pernah meminta dan mempertanyakan dimanakah gerangan buku tamu, ketika sampai ketika giliran UMPEG, dengan polosnya mereka mempertanyakan dimanakah gerangan sang buku tamu berada??. Bahkan hanya untuk sekedar berniat mengisi buku tamu saja mereka tidak pernah lakukan hari hari sebelum memeriksa UMPEG. Apakah mungkin mereka menganggap mereka bukan tamu.....??

Mereka ini juga, menurut keterangan beberapa saksi saksi yang tentunya tidak layak saya sebutkan di sini, selalu dapat duit dan atau makan siang ketika berkunjung ke kantor yang diperiksa, berapa jumlahnya tidak layak saya sebutkan. Selain dikasih amplop itu, mereka juga mendapatkan jatah makan siang, dimana nominal yang harus dibayarkan bendahara kantor pastinya tidak kurang dari ratusan ribu rupiah untuk menyumpal mulut bedebah bedebah yang bernaung di bawah instansi bernama INSPEKTORAT ini.

Apakah anggaran tahunan setiap SKPD tersedia untuk hal hal macam itu? Tentu saja tidak! Mereka bisa saja makan duit hasil sim salabim ATK kantor sehingga jatah rim kertas SKPD berkurang setiap tahun dan bulannnya, atau bahkan gajinya pegawai tidak tetap dan sejenisnya yang disumpalkan sementara untuk mulut mereka, untuk kemudian bendahara putar otak, sekaligus sim salabim apalagi yang harus dilakukan guna bayar gaji!
::::::::::::
Masih di hari yang sama, dalam sebuah diskusi penutup makan siang, teman saya dari kantor lain bercerita betapa menyebalkannya pasukan INSPEKTORAT, dimana juga salah satu pemeriksa dari INSPEKTORAT menurutnya berkata yang kira kira terjemahan bebasnya seperti ini; "Saya juga mantan Lurah, saya bisa paham kemana dana sosial bisa lenyap, tapi kalau mau melenyapkan dana sosial seharusnya bisa dilengkapi pembodohan pembodohan seperti tanda terima dan catatan, atau daftar hadir rapat"

Saya tanggapi; "Seharusnya bapak mantan Lurah tadi juga bisa faham, bahwasanya Lurah atau Camat dan atau kepala SKPD juga manusia. Mereka perlu beli baju dan buku sekolah untuk anak anak mereka, perlu menafkahi istri baik pertama maupun kedua, perlu renovasi rumah, bayar angsuran sepeda motor, juga perlu jalan jalan ke Mall....."
::::::::::::

No comments:

Post a Comment

Wanna leave a comments ?