Thursday, July 19, 2018

Mengenang Jaman Mahasiswa

Ini kejadian waktu saya masih berstatus mahasiswa, ceritanya waktu itu tahun ajaran baru 2003/2004, dan English Students Association (ESA) berencana mengadakan semacam acara keakraban (bukan OSPEK lho) sekaligus bakti sosial khusus buat mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris. Saat itu telah diputuskan bahwa lokasi yang dipilih adalah desa Rantau Bujur yang berada di Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar.

Saya sudah melaksanakan survey lapangan, memesan tempat untuk numpang tidur di halaman sekolahan yang ada di sana, menyewa klotok, juga memesan minta dibuatkan makanan untuk tiga hari kepada penduk setempat, lebih lanjut lagi saya dan Ihsan yang waktu itu berangkat survey telah memberikan janji muluk bahwa rombongan kami nanti datang dengan membawakan buku buku dan akan membantu pengerjaan sekolah yang ada di desa tersebut, jadi para penduduk setempat benar benar bergembira menyambut kedatangan kami kelak.

Namun, yang membuat kami kesal (terutama saya pribadi) sebenarnya adalah kejadian sesudahnya, kejadian yang benar benar memuakan dari orang orang tak berpendirian. Setelah saya datang, maka kami pun memasang pengumuman kepada para calon peserta bahwa kami akan berangkat ke Rantau Bujur mengadakan bakti sosial, kami juga memasang pengumuman tentang biaya pendaftaran dan meminjam ruangan perpustakaan jurusan sebagai tempat penerimaan pendaftaran bagi para mahasiswa yang ingin ikut. Panitia pun sudah mengumumkan bahwa kegiatan ini adalah sebuah keharusan untuk diikuti oleh semua mahasiswa baru Program Studi Bahasa Inggris angkatan 2003.

Kemudian yang membuat saya terkejut adalah saat saya yang kena giliran menjaga tempat pendaftaran itu, salah satu oknum dosen yang saat saat sebelum kegiatan diumumkan dengan semangat membara mendukung kami, tiba tiba saja datang dengan membawa pengumuman basi dari rektorat, yaitu tentang keputusan bahwa tidak ada kegiatan keluar kampus dari mahasiswa selama enam bulan pertama dari masa perkuliahan.

Saat itu oknum itu berkata denan wajah sinis pada saya “sudah bacakan pengumuman ini?yang isisnya melarang kegiatan keluar…” katanya dengan wajah yang sam sekali tak bersahabat dan benar benar memuakkan, huh. Saya tidak memperdulikan oknum tersebut, kertas yang ditarohnya saya baca sebentar lalu saya segera buang.

Kertas itu isinya kira kira seperti ini; kampus UNLAM melalui surat keputusan rektorat tersebut melarang adanya kegiatan bernama ospek dan sejenisnya, kegiatan baru diperbolehkan setelah enam bulan pertama masa perkuliahan, dan itu cuma alasan serta sebagai pemberian harapan palsu pada mahasiswa. Surat itu di edarkan tahun 2000, sedangkan ini (waktu kejadian berlangsung) tahun 2003 bu dosen!

Lagi pula tahun 2001 saat saya masuk kuliah, saya sudah mengalami yang namanya OSPEK yang teramat menyenangkan dan indah itu, surat basi itu mungkin berlaku tahun 2000, tapi saya tidak merasa surat itu masih valid. Satu lagi yang perlu dicatat adalah kegiatan kami ini sebenarnya didukung dan direstui sepenuhnya oleh Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Ketua Program Studi Bahasa Inggris, dan para dosen dosen termasuk dosen aneh yang saya temui membawa kertas pengumuman basi itu.

Kesalahan TERBESAR para panitia saat itu adalah tidak adanya persetujuan tertulis yang di tanda tangan baik dari Ketua Jurusan maupun ketua Program Studi, sehingga saat para pengajar ini berkata bahwa kegiatan ini dilarang, kami tak punya dasar hukum yang kuat untuk menolak “Titah Para Raja Langit Ini”. Termasuk saat kami ingin mengadakan briefing tentang rencana keberangkatan kepada mahasiswa baru, Para Raja Langit ini dengan segala kekuasaan yang dimilikinya mengambil mikrofon dan dengan lantangnya pula mengatakan bahwa kegiatan ini tidak harus diikuti oleh mahasiswa, lebih parah lagi mereka menganjurkan agar jangan ikut.

Dengan segala daya upaya kami mengusahakan agar para mahasiswa baru ini tidak goyah pendiriannya, dan tetap bersemangat untuk ikut, segala pengumuman basi yang ditempel dan disebarkan oleh para dosen kami cabut dan amakan sehingga mahasiswa baru tidak sempat melihatnya.

Hinga sampailah kisah ini pada H -1, saat saya dan beberapa orang teman panitia sedang mengurus izin tidak masuk kuliah kami dengan dosen paling senior di kampus kami, sebenarnya saya malas mengurusnya namun saya terpaksa bergerak juga menemani teman teman seangkatan saya yang juga jadi panitia dan masih ingin mengurus izin.

Saya dan teman teman panitia yang bersama saya saat itu akhirnya masuk keruangan dosen, setelah mengurus izin tadi kamipun dipanggil oleh dosen dosen lain, dan saya masih ingat pertanyaan yang pada saat itu ditanyakan oleh Para Raja Langit ini, “kalian jadi berangkat Rid?” tanya bu Sri pada saya, “jadi bu” jawab saya.
  • "Lho tempatnya kan bahaya, nyeberang air, kalau tenggelam gimana?"
  • "Mudah mudahan engga bu, kami sudah memberlakukan manajemen keselamatan dengan baik, klotok yang sejatinya bisa memuat 50 orang sudah kami rencanakan untuk diisi cuma 40 orang, biar aman, biar ga kelebihan muatan"
  • "Apa ga ada tempat lain? Di Banjarmasin saja kan masih banyak"
  • "Kami sudah janji dengan orang sana, mau bawakan buku dan membantu pembangunan sekolah disana, sekaligus ngajak mahasiswa rekreasi"
Kemudian dosen lain juga ikut menimpali “ga bisa dibatalkan saja?”.
  • "Ga bisa pak, sudah janji sama orang orang sana, mana janji mau bawakan buku dan membantu pembangunan sekolah disana,lagipula kalau di batalkan, kita bakalan bikin malu bukan hanya Fakultas ini, tapi seluruh Universitas karena orang sana taunya kami dari UNLAM, bukan dari FKIP UNLAM, kesannya nanti jadi para mahasiswa UNLAM itu pembohong dan cuma suka obral janji".
  • "Dititpkan aja barang barangnya yang mau disumbangkan sama beberapa orang kan bisa, jadi ga usah kesana"
  • "Sebagian mahasiwa yang jadi panitia kan sudah duluan berangkat kesana buat memastikan bahwa besok kami akan datang, lagipula kami sudah mesan makanan buat tiga hari sama penduduk kampung, kalau ga jadi, gimana mereka yang sudah cape cape bikinkan pesanan kami?"
  • "Kalian ini tetap ngotot berangkat kenapa?, padahal sudah dilarang?"
  • "Kemarin toh semuanya dosen dosen setuju aja, kok sekarang lain lagi?"
  • "Pokoknya kalian ga boleh berangkat, pikirkan aja dulu itu, lebih baik dibatalkan, emangnya kalian sanggup jaga keselamatan peserta selama disana?"
Merasa ditanya seperti ini jelas saya tertantang, langsung saya jawab "YA!!, kami para panitia akan bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan peserta, dan sanggup mejaga mereka(peserta)".
  • "Memangnya siapa yang ngasih ijin kalian kok tetap ngotot?"
  • "Ketua prodi!"
Saya berkata begini karena beliaulah yang menurut saya merupakan harapan terakhir saya, “bener begitu pak?” Tanya Para Raja Langit ini kepada ketua prodi yang kebetulan ada diruangan dosen juga saat itu. Saya berharap beliau akan mejawab “ya saya yang mengijinkan anak anak berangkat” tapi ternyata jawabannya adalah “tolong kalian (mahasiswa), mengerti posisi saya, meskipun saya pribadi setuju, saya juga tidak bisa menentang keinginan dosen dosen lain”.

Sudahlah, saya sudah semakin muak dengan orang orang munafik di ruangan ini, akhirnya kamipun meninggalkan ruangan dengan rasa yang campur aduk tidak karuan, orang orang yang pada awalnya mendukung penuh acara kami, malah berbalik habis habisan menentang acara kami, bahkan Trio Kwek Kwek (sebutan buat tiga dosen muda yang baru masuk dikampus kami), yang awalnya semangat empatlima mendukung, malahan ada yang sampai bilang pasti ikut, juga ikut ikutan pasang wajah sinis dan menunjukkan sikap menentang pada kegiatan kami.

Kami pun terpaksa mengadakan rapat dadakan, hasilnya bahwa kami tetap tidak akan menunda kegiatan, sedangkan soal izin akan di urus oleh Saya, dan beberapa orang panitia penting seperti Ketua Pelaksana Kegiatan.

Malam itu rencananya kami akan kerumah ketua prodi, untuk meminta izin sambil berusaha membujuk beliau, menjelaskan panjang lebar, namun beliau tetap bersikeras, akhirnya saya berkata ”baiklah Pak, kalau begitu malam ini kami bukan datang untuk mina izin dari bapak, tapi kami cuma mau bilang bahwa kami akan berangkat besok, tak perduli bapak mengizinkan atau tidak pokoknya kami berangkat besok”, saya tidak ingat lagi persisnya tanggapan beliau pada saat itu, yang jelas, esoknya sesaat sebelum kami berangkat, lagi lagi para dosen mengumumkan didepan seluruh mahasiwa baru bahwa kegiatan ini illegal, dan para mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini absensinya akan dihitung bolos. Namun kami sudah berhasil meyakinkan peserta untuk tetap ikut, meski juga cukup banyak kehilangan peserta yang akhirnya memutuskan batal ikut, beruntunglah pada akhirnya jumlah yang ikut lebih besar daripada yang tidak ikut.

Dan yang paling saya sesalkan adalah sikap munafik dari para dosen yang sebelumnya sudah setuju dengan kegiatan kami namun tiba tiba entah kenapa disaat mendekati hari H menarik habis dukungannya, kalau mau melarang dari awal saja, jangan plin plan seperti ini. Tambahan lagi, bahwasanya saya merasa dosen dosen di kampus saya punya rasa keperdulian sosial yang sangat tinggi, dengan menjaga para mahasiswanya agar tidak “celaka” bila harus bepergian jauh demi kegiatan yang membawa nama kampus.

Masalah Trio Kwek Kwek yang turut berbalik arah dari pendukung sejati kegiatan kami jadi penentang setia kegiatan, saya jadi sadar, bahwa para orang orang brengsek itu memang penjilat kok, jelas mereka mencari muka dengan pura pura (apa beneran yaa?) menjadi yang paling depan menentang kami, apa mungkin mereka itu cuma diberi instruksi oleh Para Raja Langit?

No comments:

Post a Comment

Wanna leave a comments ?