Friday, July 20, 2018

Pesimis Terhadap Agama

Susah juga rasanya, setelah sekian waktu absent mengetik maka dikala jemari ini mulai diajak untuk mengetik lagi jadi serasa kaku dan kelu. *bombasme mode*. Baiklah pemirsa sekalian, berhubung ini hari Jum’at sekalian juga hari libur yang berbarengan. Mungkin tidak ada salahnya jikalau saya menulis tentang agama.


Sebelumnya mari berprasangka terlebih dahulu. Hari Kamis kemaren adalah hari yang dikatakan diperingati sebagai hari lahirnya seorang nabi yang menurut umat Islam adalah nabi terakhir alias hari Maulid Nabi Muhammad. Sementara hari ini, hari Jum’at adalah harinya umat Kristiani. Mereka sedang merayakan Paskah. Sementara di kalender tertulis sebagai Peringatan wafatnya Yesus Kristus. CMIIW.

Ada apakah ini? Setelah nabinya umat Islam lahir maka Tuhannya atau nabinya oang orang Kristiani wafat. Kalau hanya melihat kalender, tentu kita bisa berkata bahwasanya ini hanyalah kebetulan, karena sistem yang dipakai berbeda. Umat Islam memakai penanggalan bulan sementara umat Kristiani memakai sistem penanggalan matahari.

Ya, bisa jadi hanya kebetulan. Bisa juga sebuah rekayasa dari Yahudi, kaum yang terdahulu ketimbang kaum Muslimin dan kaum Kristiani :P. Maklum, mereka kaum Yahudi kan sangat memusuhi umat Kristiani dan umat Muslim. Ah, kalau yang itu hanyalah prasangka buruk dan tidak beralasan sahaja.

Yang sebenarnya ingin saya tuliskan adalah mengenai agama, dalam hal ini mungkin secara spesifik: Islam. Kalau Bung Fertobhades alias Pyhrro menuliskan tentang Ke-Sinis-an Terhadap Agama. Maka saya ingin menuliskan tentang: Pesimis Terhadap Agama. Tulisannya mungkin tendensius dan tidak berdasarkan, serta terlalu terpaku pada satu agama saja. Maklum, sampai sekarang kolom agama di KTP saya masih berisi Islam. Jadi sedikit banyaknya, pengetahuan agama saya memang terpatok pada kesesuaian dengan kolom agama di KTP.

Sampai saat ini, melihat perkembangan, tata cara ibadah, hingga ritual ritual aneh dan tak berguna dari umat Muslim, adalah wajar jikalau banyak yang pesimis terhadap umat beragama terbesar kedua di jagat ini.

Berikut adalah beberapa alasan kenapa saya merasa pesimis terhadap Islam. Beberapa alasan ini nampaknya dirasakan pula oleh Muslim lain. Atau mungkin cuma saya sendiri yang memang sebagai manusia terlalu banyak bertanya dan mengkritik.
1. Syahadat ternyata tidak menjamin apa apa. Khususnya di dunia.
Bayangkan jika anda adalah seorang atheis yang berprofesi menjadi pekerja kasar dengan upah harian yang jauh dari cukup guna menghidupi diri sendiri. Kemudian anda diislamkan oleh seorang pemuka agama Islam dimana tentunya syarat utamanya adalah pengucapan kalimat syahadat.

Apa yang anda dapatkan? Apakah lantas kehidupan anda beberapa tahun kemudian, atau yang mungkin lebih dramatis lagi, beberapa bulan kemudian tiba tiba saja anda bisa menjadi juragan sebuah proyek pembangunan gedung bertingkat? Nampaknya tidak, kecuali anda memang sangat beruntung, atau sangat cerdas, bisa juga sangat licik. Yang jelas semuanya butuh logika dan tentunya usaha yang dibumbui oleh satu hal yang tidak pernah tertinggal dalam setiap daya upaya: “Luck”. Itu yang pasti dibutuhkan. Bukan sebatas pernyataan keimanan dan keislaman semata.

Ibadah itu bukan untuk duniawi. Ada surga indah penuh bidadari yang menunggu orang orang beriman dan rajin beribadah. Begitulah encouragement yang sering didengungkan oleh pemuka agama. Ada yang menyebutnya sebagai calo surga karena kerjaannya hanya obral janji janji surga.

Bagi saya, kehidupan sekarang sudah berubah menjadi suatu usaha menghadapi kenyataan yang bisa diprediksi, bukan hanya soal obral janji yang masih belum pasti. Misalnya:

Kalau saya seorang bertitel professor, maka bisa diramalkan atau katakanlah diprediksikan bahwasanya saya akan mudah mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lumayan, atau mungkin katakanlah lebih dari cukup. Sementara itu, kalau saya adalah seorang lulusan sekolah dasar atau sekolah menengah, tidak sukar memperkirakan apa yang bisa menjadi ladang pekerjaan buat orang orang semacam itu.

Sementara itu, kalau saya orang Islam, saya tidak tahu apakah saya akan masuk surga ataukah menuju neraka ketika Kiamat datang. Bahkan kapan saya mati dan kapan kiamat itu sendiri tidak da yang tahu.

Misalkan saya bertanya kepada ulama yang agak gaul dan tidak berpendirian keras, maka jawaban yang akan diberikan: Setiap orang yang matinya dalam keadaan percaya Allah, maka sekecil apapun imannya kelak diapun akan merasakan nikmatnya surga. Sementara untuk urusan mati dan datangnya hari Kiamat. Tidak ada seorangpun didunia ini yang bisa memperkirakan kapan datangnya kematian dan hari Kiamat.

Sedangkan jikalau saya datang dan bertanya kepada kaum berjenggot haluan keras, dapat dipastikan bahwa surga hanya diisi oleh manusia manusia bercadar, berjubah selebar kuping gajah, memiliki jidat dengan totol hitam membiru, berpakaian gamis khas padang pasir timur tengah, dan tentu saja Arab wannabe dengan janggut lebatnya. Mereka akan mengatakan bahwasanya surga itu akan dihuni oleh orang orang yang menjalankan Syariat Islam! No matter what it takes, Make Sharia for the rules of the world! Dan kebetulan sudah sejak lama saya agak pesimis dengan kaum yang macam begini. Kaum yang kehilangan toleransinya. Kaum yang egois karena mengklaim surga sebagai milik kelompok tertentu.

Juga ada satu hal lagi, tidak ada satupun dari mereka yang bisa memperkaya harta duniawi saya. Karena bisanya mereka juga bukan orang yang super kaya alias milyuner yang siap memberikan atau melimpahkan hartanya buat saya. Padahal saya datang sebagai sesama Muslim yang katanya saudara mereka. Kalau saya datang kepada mereka untuk minta duit atau minta pekerjaan? Prediksi saya adalah ceramah dan nasihat yang akan diberikan kepada saya.
2. Kebanyakan ibadah hanya membuang buang waktu.
Hari ini, hari Jum’at, umat Islam akan membuang buang waktunya untuk urusan surgawi. Mulai dari sholat Jum’at yang tentunya diiringi khotbah membosankan dan tidak bermutu, plus mantra mantra lain yang sampai sekarangpun saya tidak tahu gunanya apa.

Saya sudah sering pernah ikut berdoa, saya juga sudah sering ikut Jum’atan, tahlilan, yasinan bahkan pernah juga ikut acara haulan buat tokoh tokoh Islam lokal yang sudah modar. Entah kenapa sampai sekarang saya belum juga jadi orang kaya. Sampai sekarang Kalimantan juga belum merdeka dari diskriminasi oleh pemerintah pusat. Sampai sekarang kehidupan bangsa ini belum maju. Masih ada kelaparan, dan kebodohan.

Berpanjang panjang saat wirid, komat kamit merapal berbagai bacaan berbahasa arab ketika menanti waktu adzan subuh juga ternyata tidak bisa memberikan perubahan positif hingga perubahan dramatis kepada kecerdasan dan kekayaan bangsa ini. Berbagai acara ceramah dan penyegaran rohani juga tidak bisa membuat negara ini bebas korupsi dan bebas kemiskinan.

Contoh lain adalah: Ketika saya adalah seorang pekerja paruh waktu yang bekerja sambil kuliah. Karena itu saya mengambil jam kerja siang atau malam, sedangkan paginya saya kuliah. Setiap harinya ketika bekerja saya harus berangkat dengan cara menumpang dengan teman saya yang memiliki motor.

Nah disinilah masalah mulai muncul. Teman saya adalah seorang yang sangat religius, sehingga jikalau dia sholat Dzuhur bisa memakan waktu 10 menit lebih. Belum lagi pra sholat yang dilakukannya yaitu mandi, berwudlu dan tentu saja memasang pakaian gamis khas arab.

Berhubung teman saya ini melakukannya setiap hari, dan setiap bekerja saya harus numpang dia karena tempat kerja yang sama, maka tidak mengherankan jikalau kami sering terlambat masuk kerja. Belum lagi sumpah serapah yang tak terasa keluar dari mulut saya kepada teman yang menyebabkan seringnya terlambat.

Berangkat sendiri menggunakan angkutan umum. Meninggalkan teman yang lelet dan lemot tadi? Apa perasannya? Anda sendiri, bagaimana perasaan anda ketika anda sudah janjian untuk berangkat bersama, anda sudah buang buang waktu, tenaga dan bahan bakar untuk menjemput teman ternyata malah ditinggalkan, atau dapat SMS: “Aku duluan yaa”. Apakah itu tidak menyakiti hatinya dan perasaannya? Apakah itu adalah hubungan baik kepada sesama manusia?
3. Persaudaraan yang ternyata hanya di bibir saja.
Sesama Muslim adalah saudara. Itulah yang sering digadang gadangkan oleh umat Muslim. Sekarang buktinya? Kenapa cukong cukong minyak di negara negara tukang perkosa dan tukang lecehkan TKI itu lebih sibuk koleksi istri, umbar nafsu hamburkan uang ketimbang membantu Muslim Somalia?

Kurang apa duit para jenggoters jazirah arab untuk beli pesawat tempur paling canggih lalu mengebom Israel sampai luluh lantak sehingga warga Muslim Palestina bisa hidup dengan tenang, merdeka dari ancaman kaum Zionis Yahudi?

Kalau memang Amerika yang disetir Yahudi itu tidak mau menjual teknologinya kepada negara negara kaya jazirah arab, bukankah masih ada negara merah yang punya teknologi tidak kalah canggihnya. Atau pergi ke timur dimana ras kuning makin merajai Asia dan kini bakalan menyaingi Amerika dalam menyetir ekonomi dunia.

Masa negara negara Muslim dan mayoritas penduduknya Muslim tidak bisa membuat sekolah yang bertaraf internasional bermutu super canggih guna menghasilkan ilmuan ilmuan cerdas guna menyaingi ilmuan ilmuan dari negara negara yang katanya kafir?

Dalam hal yang lebih kecil: Apakah kaum Muhammadiyah itu bukan sudaranya kaum Nahdatul Ulama? Sehingga ketika misalnya saya, atau anda merayakan Idul Fitri duluan, akan langsung dicap: ‘Dasar Muhammadiyah!’. Apakah karena saya memilih masjid yang adzan Jum’at nya satu kali, kalian yang berpapasan dengan saya langsung bergumam: ‘Orang Muhammadiyah, pasti mau ke mesjidnya Muhammadiyah yang adzan Jum’atnya satu kali saja’.

Apakah begitu perlakuan Muslim kepada sesama Muslim? Apakah demikian anjuran dan ajaran dari Beliau yang kelahirannya banyak dirayakan dalam waktu dekat ini? Apakah pesimisme yang saya paparkan banyak kekeliruan dan kekurangannya? Kalau yang pertanyaan terakhir itu jawabannya jelas: IYA. Namun, saya percaya para pembaca dan calon komentator tentunya memiliki tambahan dan masukan yang akan sangat berfaedah. Betul?

Oh iya, sebenarnya tidaklah bagus kalau hanya bisa pesimis tanpa menyodorkan ide atau mungkin solusi. Inilah dia:
  1. Hentikan penyebaran agama, agama apa saja. Melainkan buktikan bahwasanya semua agama bisa damai dan berdampingan sesuai anjuran pemuka dan panutan agama masing masing. Sehingga manusia bebas memilih agama yang akan menghias kolom agama di KTPnya. Bahkan jikalau memilih untuk tidak beragama, kenapa mesti dilarang? Bukankah itu ruang pribadi?
  2. Hentikan ibadah yang kebanyakan dan berlebihan, bukankah kita hidup di dunia juga harus bekerja? Masih banyak yang perlu kita lakukan untuk mengelola dunia. Untuk memperbaiki negara. Janganlah hanya memikirkan surga untuk pribadi dan golongan, mulailah memberikan sesuatu yang berguna buat alam beserta isinya tentunya termasuk pula berguna untuk manusia lainnya.
  3. Mari tingkatkan toleransi. Bukan hanya antar mahzab, namun tentunya antar golongan. Mari tingkatkan kepedulian sosial kita. Menolong bukan berarti harus melihat ras, suku, warna kulit atau jenis agamanya bukan?

No comments:

Post a Comment

Wanna leave a comments ?